Jumat, 24 Mei 2013

Kethoprak Wayang "Srikandhi Senopati

Kartini, Budaya dan Kesenian
Ungkapan rasa terimaksih tidak hanya diungkapkan dalam perkataan saja. Termasuk lewat seni pertunjukan, media ini pun bisa jadi alternatif komunikasi yang penyampaiannya nampak lebih nyata, bukan hanya sekedar kata-kata. Melalui seni pertunjukan inilah Balai Budaya Minomartani ikut andil dalam memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Melalui seni pertunjukan kethoprak wayang yang berjudul "Srikandhi Senopati", Bapak Sukisno (dhalang pertunjukan) berhasil menampilkan cerita wayang yang dinamis dengan mengkombinasikan teater, tari, gamelan dan wayang kulit. 

Meskipun pertunjukan dilaksanakan pada 27 April 2013 bertempat di desa Minomartani, Condongcatur, Sleman, DI Yogyakarta, namun semangat perempuan-perempuan yang ikut andil dalam pertunjukan ini patut diacungi jempol. Pertunjukan ini memang melibatkan banyak perempuan yang ikut berperan  didalamnya. Mulai dari menjadi pengrawit (penabuh gamelan) menjadi tokoh utama dalam pertunjukan dan menjadi penari latar (sebagai prajurit). Melalui proses latihan yang panjang, yaitu satu bulan lamanya, akhirnya pertunjukan ini dapat dilaksanakan. Peringatan hari Kartini merupakan agenda tahunan yang diadakan oleh Balai Budaya Minomartaniandil dalam pelestarian budaya Indonesia khususnya budaya jawa. Selain sebagai peringatan hari kartini, acara ini diselenggarakan untuk melestarikan budaya Jawa. Bapak Sukisno berharap dengan adanya percampuran antara seni tari, wayang, karawitan dan teater, kalangan muda dapat tertarik dan nantinya diharapkan ikut   Berikut sepenggal ceritanya:




"Sri, kamu kan perempuan. Untuk apa kamu maju ke medan perang?" tanya Antasena meragukan kemampuan Srikandi. Saat itu, Srikandi, yang dipanggilnya Sri, hendak mengajukan diri menjadi Senopati perang. Pada masa itu, telah banyak Senopati Pandawa yang gugur di tangan Bhisma(Kurawa). Sehingga Prabu Kresna memerintahkan Srikandi untuk menjadi Senopati, menghadapi Bhisma.

Perang menghadapi Bhisma bukanlah sebuah laga yang mudah. Namun, Srikandi tak gentar. Dia menjawab diplomatis, "Apa yang salah dengan perempuan maju ke medan perang?" Di belakang Srikandi sejumlah perempuan mendukung gerakannya. Dengan keberanian, kegigihan, dan penuh semangat, perempuan-perempuan ini berjuang dengan menembakkan panah untuk membantu Srikandi memenangkan peperangan.

Sepengal cerita diatas memberikan gambaran bagaimana Kartini dulu memperjuangkan emansipasi wanita. Seharusnya kita sebagai wanita Indonesia senantiasa bersyukur karena  diberikan banyak kesempatan dalam kehidupan sekarang ini. Berkat jasa beliau keadaan wanita Indonesia tidak lagi seperti dulu yang cenderung diabaikan. Ungkapan terimakasih bisa dilakukan  dengan berusaha berkontribusi dalam pembangunan negeri ini. Melalui peran apapun yang sedang kita emban dan dibidang apa pun. Maju terus wanita Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukan anda sangat berarti untuk menuju yang lebih baik lagi